Dalam melestarikan lingkungan, khususnya untuk masyarakat perkotaan yang sering kali disibukkan oleh permasalahan pemenuhan kebutuhan hidup. Namun yang perlu diketahui, proses untuk melakukan perubahan di suatu lingkungan dengan hal yang baru bukan sesuatu yang mudah. Banyak tahapan yang harus dilalui oleh suatu kelompok agar idenya dapat diintegrasikan dengan kehidupan masyarakat, mulai dari alur birokrasi sampai tanggapan warga tentang kecocokan ide terhadap nilai-nilai yang berlaku dalam sebuah sistem sosial.
Banyak tahapan yang harus dilalui oleh suatu kelompok agar idenya dapat diintegrasikan dengan kehidupan masyarakat, mulai dari alur birokrasi sampai tanggapan warga tentang kecocokan ide terhadap nilai-nilai yang berlaku dalam sebuah sistem sosial.
Sebagai salah satu kelompok yang berusaha mengaplikasikan gagasan kepada masyarakat umum khususnya mereka yang bermukim di Bantaran Sungai Cikapundung, tetapi di sisi lain pemikiran tentang upaya penyelamatan lingkungan yang diberikan oleh komunitas sebetulnya seringkali melupakan dimensi lain (alam, binatang, pepohonan) selain manusia yang harus diberikan perhatian lebih oleh masyarakat sebagai bagian dari proses sosial.
Selain itu, sentuhan secara intesif dari pemerintah daerah relative kurang, dengan kata lain program pemberdayaan yang selama ini dirasakan kurang bersentuhan langsung dengan kebutuhan dan permasalahan yang mereka hadapi. Hal ini disebabkan program pembangungan senantiasa bersifat Top-down (dari atas). Posisi pemerintah desa dalam melaksanakan program tidak terlibat atau dilibatkan mulai dari proses sampai pelaksanaan suatu kegiatan.
Suatu program yang tidak melibatkan masyarakat berdampak pada program tersebut yang dapat ditandai dengan: (1) Program berjalan tanpa adanya partisipasi masyarakat, kalaupun partisipasi itu ada, hanya keterpaksaan dan mungkin terdapat intimidasi; (2) Akibatnya program tersebut menjadi suatu kegiatan yang tidak menyentuh; (3) Menciptakan ketergantungan yang berkepanjangan antara masyarakat desa dengan pihak luar
Dengan adanya program penataan lingkungan berbasis ekosistem yang dikombinasikan dengan program pemberdayaan masyarakat di sekitar bantaran Sungai Cikapundung, maka akan terbentuk suatu maket kegiatan yang diharapkan berkelanjutan dan berhasilguna.
Tersebarnya gagasan ke dalam sebuah sistem sosial, tak selalu harus dibarengi dengan penerimaan yang baik. Beragam macam respon dari masyarakat merupakan bentuk konsekuensi yang harus diterima oleh Perkumpulan Relawan Masyarakat Kreatif Kampoeng Tjibarani. Tetapi hal tersebut bukanlah sebuah fokus yang harus diperhatikan secara mendalam. Melainkan bagaimana usaha Perkumpulan Relawan Masyarakat Kreatif Kampoeng Tjibarani, untuk mengajak masyarakat masuk ke dalam sistem yang dibentuk dan mencari solusi dalam setiap permasalahannya, sehingga masyarakat tertarik untuk mencoba sesuatu yang baru untuk merubah dirinya dan lingkungannya, barulah mereka menentukan sebuah sikap penerimaan atau penolakan terhadap ide Perkumpulan Relawan Masyarakat Kreatif Kampoeng Tjibarani.
Pelatihan perencanaan partisipatif bagi masyarakat lokal yang direkrut dengan pendekatan RT sehingga mereka dapat melakukan penyusunan perencanaan secara partisipatif sesuai kebutuhan masyarakat terutama menyangkut keberlangsungan kemandirian masyarakat, selain itu menjadikan mereka sebagai kader lokal. Harapan lainnya adalah perubahan pola pikir masyarakat melalui sosialisasi dan pendekatan pembangunan yang ramah lingkungan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka target kegiatan tersebut diharapkan dapat membentuk dan menghasilkan kader lokal yang dapat mendampingi dan merangsang masyarakat dan pemerintah daerah untuk dapat mengembangkan tujuan wisata kampung edukasi, diantaranya:
Tersusunnya dokumen hasil lokakarya Perkumpulan Relawan Masyarakat Kreatif Kampoeng Tjibarani, dan stakeholders dalam mendukung integrasi ruang pemukiman masyarakat dan ekowisata.
Kegiatan ini merupakan proses belajar dan “penyadaran” tentang berbagai kehidupan dan lingkungan yang mereka hadapi. Penyadaran ini menimbulkan renungan untuk mencari jalan keluar dari keadaan-keadaan yang dianggap mengganggu.
Kegiatan pelatihan ini dalam bentuk ceramah dan simulasi serta praktek lapangan. Adapun materi yang disampaikan pada peserta adalah:
Kegiatan Lokakarya (Search Conferences), merupakan tahap kedua dari kegiatan sebelumnya dengan menghadirkan para stakeholder yang berhubungan dengan sektor pemerhati lingkungan, pariwisata, dan pemberdayaan. Pada akhir kegiatan, semua peserta menandatangani dokumen yang berisi kesepakatan bersama untuk menjadikan kawasan yang telah disepakati bersama sebagai proyek percontohan (project pilot) sebagai bentuk dukungan pengembangan wilayah bantaran Sungai Cikapundung berbasis ekologi.
Menyatukan lingkungan alam dan lingkungan budaya di lingkungan bantaran sungai Cikapundung, terutama di kawasan Cibarani.
Membangun keberlanjutan sungai Cikapundung melalui program-program terbaik, kemitraan yang kokoh dan social branding.
Memanfaatkan lahan yang ada, kami bersama masyarakat siap menjaga ketahanan pangan kota Bandung.
Hasil dari Urban Farming (Buruan SAE) yang kemudian di pasarkan di area Waterfang Leuwilimoes.